Asal kota Cirebon ialah pada abad ke 14 di
pantai utara Jawa Barat ada desa nelayan kecil yang bernama Muara Jati yang
terletak di lereng bukit Amparan Jati. Muara Jati adalah pelabuhan nelayan
kecil. Penguasa kerajaan Galuh yang ibu kotanya Rajagaluh menempatkan seorang
sebagai pengurus pelabuhan atau syahbandar Ki Gedeng Tapa. Pelabuhan Muara Jati
banyak di singgahi kapal-kapal dagang dari luar di antaranya kapal Cina yang
datang untuk berniaga dengan penduduk setempat, yang di perdagangkannya adalah
garam, hasil pertanian dan terasi.
Kemudian Ki Gendeng Alang-alang mendirikan
sebuah pemukiman di lemahwungkuk yang letaknya kurang lebih 5 km, ke arah
Selatan dari Muara Jati. Karena banyak saudagar dan pedangan asing juga dari
daerah-daer5ah lain yang bermukim dan menetap maka daerah itu di namakan
Caruban yang berarti campuran kemudian berganti Cerbon kemudian menjadi Cirebon
hingga sekarang.
Raja Pajajaran Prabu Siliwanggi mengangkat Ki
Gede Alang-alang sebagai kepala pemukiman baru ini dengan gelar Kuwu Cerbon.
Daerahnya yang ada di bawah pengawasan Kuwu itu dibatasi oleh Kali Cipamali di
sebelah Timur, Cigugur (Kuningan) di sebelah Selatan, pengunungan Kromong di
sebelah Barat dan Junti (Indramayu) di sebelah Utara.
Setelah Ki Gedeng Alang-alang wafat kemudian
digantikan oleh menantunya yang bernama Walangsungsang putra Prabu Siliwanggi
dari Pajajaran. Walangsungsang ditunjuk dan diangkat sebagai Adipati Carbon
dengan gelar Cakrabumi. Kewajibannya adalah membawa upeti kepada Raja di
ibukota Rajagaluh yang berbentuk hasil bumi, akan tetapi setelah merasa kuat
meniadakan pengiriman upeti, akibatnya Raja mengirim bala tentara, tetapi
Cakrabumi berhasil mempertahankannya.
Kemudian Cakrabumi memproklamasikan
kemerdekaannya dan mendirikan kerajaan Cirebon dengan mamakai gelar Cakrabuana.
Karena Cakrabuana telah memeluk agama Islam dan pemerintahannya telah menandai
mulainya kerajaan kerajaan Islam Cirebon, tetapi masih tetap ada hubungan
dengan kerajaan Hindu Pajajaran.
Semenjak itu pelabuhan kecil Muara Jati
menjadi besar, karena bertambahnya lalu lintas dari dan ke arah pedalaman,
menjual hasil setempat sejauh daerah pedalaman Asia Tengara. Dari sinilah awal
berangkat nama Cirebon hingga menjadi kota besar sampai sekarang ini.
Pangeran Cakra
Buana kemudian membangun Keraton Pakungwati sekitar Tahun 1430 M, yang letaknya
sekarang di dalam Komplek Keraton Kasepuhan Cirebon.
Cirebon mempunyai berbagai ciri khas
mulai dari segi kuliner hingga sampai ke cendera mata salah satu contohnya
adalah terasi Cirebon, mungkin nama terasi sudah tidak asing lagi bagi telinga
kita namun yang membedakan terasi Cirebon dengan terasi lainnya terasi ini
dibuat dari udang rebon di bubuk lalu di haluskan di gelondongan hal ini yang
menjadi salah satu cirri khas daerah Cirebon di bidang kuliner.
Selanjutnya ada manisan Cirebon
pengelolaannya pun dilakukan sendiri yakni yaitu buah buahan yang langsung
dipetik oleh para petani sehingga buah buah itu pun masih sangat segar lalu
dibuat campuran yang hmmm masih rahasia resepnya hehehe sehingga manisan itu
pun terasa sangat enak dan menyegarkan tenggorokan kota .
Cirebon adalah kota yang unik. Ini dia
kenapa kenapa Cirebon disebut kota yang unik.
1. Cirebon adalah kota
mandiri dan kota paling maju kedua di jawa barat setelah kota bandung, tapi
sekarang kota Cirebon akan menjadi provinsi Cirebon dan provinsi ke 34 di
Indonesia . wilayah yang masuk provinsi
cirebon adalah : CIREBON, INDRAMAYU, MAJALENGKA, KUNINGAN, BREBES, TEGAL,
SUBANG, PURWAKARTA, Cirebon perbatasan jawa barat dan jawa tengah, dan Cirebon pusat
jalur jalan pantura wilayah utara.
2. Pelabuhan kota
Cirebon adalah pelabuhan tertua di Indonesia, zaman dulu pelabuhan kota Cirebon
tempat jual beli pedagang dari barat dan timur, pelabuhan kota Cirebon terbagi
menjadi dua yaitu pelabuhan muara jati tempat bongkar muat barang dan pelabuhan
nelayan kejawaan tempat centar ikan
kota Cirebon
3. Kraton kota Cirebon
memiliki tiga kraton yaitu kraton kesepuhan, kraton kanoman, dan kraton
Kacerbonan. Kraton kesepuhan yaitu tempat tinggal keluarga besar kesultanan Cirebon,
kraton kanoman yaitu tempat musem peninggalan para wali dan peninggal para
penjajahan, dan kraton kacerbonan yaitu
tempat tinggal keluarga besar kesultanan Cirebon.
4. Masjid kota Cirebon
yang paling terkenal adalah masjid sang cipta rasa, masjid ini adalah
satu-satunya di dunia yang menggunakan bahasa jawa, mayoritas masjid para wali
menggunakan nama masjid berbahasa arab.
5. Adzan tujuh orang
dilakukan setiap hari jumat di masjid sang cipta rasa, adzan tujuh orang adalah
adzan tujuh orang pertama kali di
dunia dan adzan tujuh orang terunik di dunia, adzan tujuh orang sebagai warisan
para wali.
6. Kesenian kota Cirebon
banyak sekali seperti : TARI TOPENG CIREBON, TARI SINTREN, BUROK, TARLING,
PESTA LAUT, DLL. Kesenian kota Cirebon memiliki ciri sendiri, contoh seperti
TARI SINTREN jika di lempar uang si penari kan diam (berhenti menari) .
7. stasiun Cirebon
memiliki dua stasiun terbesar di Cirebon yaitu stasiun kejaksan dam stasiun
prujakan. Stasiun Cirebon adalah stasiun tertua di Indonesia usia stasiun
Cirebon hamper 1000 tahun. Dan stasiun Cirebon satu-satunya yang memiliki
terowongan di Indonesia.
Itulah delapan keunikan yang berada di kota Cirebon semoga para wisatwan
tertarik untuk berwisata di kota Cirebon.
Cirebon mempunyai daya tarik wisata yang khas banyak
destinasi destinasinya mulai dari wisata religi sampai wisata alam. Saya akan
share tempat tempat obyek wisata yang ada di kota Cirebon:
Berikut
adalah objek-objek wisata di kota Cirebon yang dapat dikunjungi dan dinikmati
oleh wisatawan.
1.
Keraton Kasepuhan. Kraton ini berada di wilayah kelurahan
Kasepuhan, kecamatan Lemahwungkuk. Dari terminal Harjamukti ke timur laut,
hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit dengan menumpang becak atau sekitar 30
menit dari Stasiun Kejaksan ke arah selatan.
2.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Masjid Agung Sang Ciptarasa (sebutan
sehari-harinya masjid agung) ini merupakan salah satu bagian dari kraton
Kasepuhan. Masjid ini terletak di sebelah barat Alun-Alun Sangkalabuwana
(Alun-Alun depan Keraton Kasepuhan). Luas arealnya sekitar 4.750 meter persegi.
Di dalamnya terdapat beberapa sakaguru yang berfungsi sebagai
penopang struktur bagian atas. Yang lebih menarik lagi adalah saka
tatal-nya, yaitu sebuah tihang penopang yang cukup kuat, walaupun hanya
terbuat dari serpihan-serpihan kayu.
3.
Keraton Kanoman. Dari Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman ini
hanya berjarak 600 meter ke arah utara. Akses jalannya harus melalui pasar
tradisional yang mengasyikan untuk berbelanja oleh-oleh Cirebonan, sehingga
wisatawan yang senang membeli oleh-oleh tidak perlu jauh-jauh mencari toko
oleh-oleh, karena segalanya telah tersedia di dalam pasar tersebut.
4.
Keraton Kacerboonan. Keraton ini berada di wilayah Kelurahan
Palasaren, Kecamatan Pekalipan. Dari Stasiun Parujakan jaraknya hanya 1 km,
atau 10-15 menit dengan menumpang becak ke arah tenggara. Keraton Kacerbonan
sebenarnya merupakan sempalan atau pemekaran dari kraton Kanoman. Pemekaran
tersebut terjadi setelah Sultan Anom IV, PR Muhammad Khaerudin wafat.
5.
Tamansari Gua Sunyaragi. Tamansari Gua Sunyaragi atau biasa dikenal
dengan sebutan Gua Sunyaragi, adalah bekas tamansari pesanggrahan dari kraton
Kasepuhan yang fungsi utamanya untuk menyepi atau berkhalwat, sesuai
dengan namanya. Sunyaragi berarti tempat untuk menyepi atau mengasingkan raga (sunyaberarti
sepi dan ragi berarti raga). Sebutan gua disini bukanlah gua
alam , melainkan gua buatan atau artifisial.
6.
Situs Kalijaga. Situs ini terletak di wilayah Kelurahan Kalijaga, Kecamatan
Harjamukti. Dari terminal bus Harjamukti jaraknya hanya berkisar 500 meter
kearah selatan. Situs ini disebut juga atau dikenal sebagai taman kera
Kalijaga, karena di situs ini terdapat banyak sekali kera yang telah
beradaptasi dengan para pengunjung.
7.
Vihara dan Klenteng. Ada 3 (tiga) tempat peribadatan bagi umat Budha
dan Konghucu di Kota Cirebon, yang dapat dikunjungi oleh wisatawan. Ketiga
tempat tersebut semuanya merupakan bangunan kuno yang bergaya arsitektur klasik
Tiongkok yakni: Vihara Dewi Welas Asih (disebut juga klenteng Tay Kak Sie)
serta Klenteng Talang (disebut juga klenteng Kongcu Bio), untuk umat Konghucu
dan Kuil Pemancar Kesehatan (disebut juga kKenteng Bun San Tong).
8.
Bangunan Kolonial. Kota Cirebon juga kaya akan Benda-benda Cagar
Budaya (BCB) bangunan-bangunan Kolonial (BAKOL) dari abad XIX hingga abad XX .
Beberapa BCB BAKOL yang cukup terkenal adalah: Gedung Balai Kota serta Stasiun
Kejaksan dan Bank Indonesia. Bangunan lain berupa Gedung BAT serta Gedung
Mapolresta 851 dan Gereja Santo Josep.
9.
Taman Ade Irma Suryani. Dahulu taman ini bernama taman Traffic Garden
Cirebon. Sejak tahun 1966 berubah menjadi taman Ade Irma Suryani Nasution.
Taman ini merupakan satu-satunya taman rekreasi dan taman bermain di kota
Cirebon.
10.
Pelabuhan. Ada 2 (dua) pelabuhan di Kota Cirebon yaitu: Pelabuhan Muara Jati
(pelabuhan bongkar muat barang terbesar di Jawa Barat) dan Pelabuhan Nelayan
Kejawanan (merupakan pelabuhan nelayan terbesar di Jawa Barat).
Selain itu Cirebon
mempuyai seni dan budaya masing masing berikut seni dan budaya yg ada di kota
Cirebon:
1.
KESENIAN GEMBYUNG
Seni Gembyung merupakan salah satu kesenian peninggalan para wali di Cirebon. Seni ini merupakan pengembangan dari kesenian Terbang yang hidup di lingkungan pesantren. Konon seperti halnya kesenian terbang, gembyung digunakan oleh para wali yang dalam hal ini Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga sebagai media untuk menyebarkan agama Islam di Cirebon. Kesenian Gembyung ini biasa dipertunjukkan pada upacara-upacara kegiatan Agama Islam seperti peringatan Maulid Nabi, Rajaban dan Kegiatan 1 Syuro yang digelar di sekitar tempat ibadah.
Untuk pastinya kapan kesenian ini mulai berkembang di Cirebon tak ada yang tahu pasti. Yang jelas kesenian Gembyung muncul di daerah Cirebon setelah kesenian terbang hidup cukup lama di daerah tersebut.Gembyung merupakan jenis musik ensambel yang di dominasi oleh alat musik yang disebut waditra.
Setelah berkembang menjadi Gembyung, tidak hanya eksis dilingkungan pesantren, karena pada gilirannya kesenian ini pun banyak dipentaskan di kalangan masyarakat untuk perayaan khitanan, perkawinan, bongkar bumi, mapag sri, dan lain-lain.
Dan pada perkembangannya, kesenian ini banyak di kombinasikan dengan kesenian lain. Di beberapa daerah wilayah Cirebon, kesenian Gembyung telah dipengaruhi oleh seni tarling dan jaipongan. Hal ini tampak dari lagu-lagu Tarling dan Jaipongan yang sering dibawakan pada pertunjukan Gembyung.
Kecuali Gembyung yang ada di daerah Argasunya, menurut catatan Abun Abu Haer, seorang pemerhati Gembyung Cirebon sampai saat ini masih dalam konteks seni yang kental dengan unsur keislamannya. Ini menunjukkan masih ada kesenian Gembyung yang berada di daerah Cirebon yang tidak terpengaruh oleh perkembangan masyarakat pendukungnya.
Kesenian Gembyung seperti ini dapat ditemukan di daearah Cibogo, Kopiluhur, dan Kampung Benda, Cirebon. Alat musik kesenian Gembyung Cirebon ini adalah 4 buah kempling (kempling siji, kempling loro, kempling telu dan kempling papat), Bangker dan Kendang. Lagu-lagu yang disajikan pada pertunjukan Gembyung tersebut antara lain Assalamualaikum, Basmalah, Salawat Nabi dan Salawat Badar.
Seni Gembyung merupakan salah satu kesenian peninggalan para wali di Cirebon. Seni ini merupakan pengembangan dari kesenian Terbang yang hidup di lingkungan pesantren. Konon seperti halnya kesenian terbang, gembyung digunakan oleh para wali yang dalam hal ini Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga sebagai media untuk menyebarkan agama Islam di Cirebon. Kesenian Gembyung ini biasa dipertunjukkan pada upacara-upacara kegiatan Agama Islam seperti peringatan Maulid Nabi, Rajaban dan Kegiatan 1 Syuro yang digelar di sekitar tempat ibadah.
Untuk pastinya kapan kesenian ini mulai berkembang di Cirebon tak ada yang tahu pasti. Yang jelas kesenian Gembyung muncul di daerah Cirebon setelah kesenian terbang hidup cukup lama di daerah tersebut.Gembyung merupakan jenis musik ensambel yang di dominasi oleh alat musik yang disebut waditra.
Setelah berkembang menjadi Gembyung, tidak hanya eksis dilingkungan pesantren, karena pada gilirannya kesenian ini pun banyak dipentaskan di kalangan masyarakat untuk perayaan khitanan, perkawinan, bongkar bumi, mapag sri, dan lain-lain.
Dan pada perkembangannya, kesenian ini banyak di kombinasikan dengan kesenian lain. Di beberapa daerah wilayah Cirebon, kesenian Gembyung telah dipengaruhi oleh seni tarling dan jaipongan. Hal ini tampak dari lagu-lagu Tarling dan Jaipongan yang sering dibawakan pada pertunjukan Gembyung.
Kecuali Gembyung yang ada di daerah Argasunya, menurut catatan Abun Abu Haer, seorang pemerhati Gembyung Cirebon sampai saat ini masih dalam konteks seni yang kental dengan unsur keislamannya. Ini menunjukkan masih ada kesenian Gembyung yang berada di daerah Cirebon yang tidak terpengaruh oleh perkembangan masyarakat pendukungnya.
Kesenian Gembyung seperti ini dapat ditemukan di daearah Cibogo, Kopiluhur, dan Kampung Benda, Cirebon. Alat musik kesenian Gembyung Cirebon ini adalah 4 buah kempling (kempling siji, kempling loro, kempling telu dan kempling papat), Bangker dan Kendang. Lagu-lagu yang disajikan pada pertunjukan Gembyung tersebut antara lain Assalamualaikum, Basmalah, Salawat Nabi dan Salawat Badar.
Busana yang
dipergunakan oleh para pemain kesenian ini adalah busana yang biasa dipakai
untuk ibadah shalat seperti memakai kopeah (peci), Baju Kampret atau kemeja
putih, dan kain sarung.
2.
BATIK MEGA MENDUNG
Motif batik Megamendung memiliki kekhasan yang tidak dimiliki
oleh jenis batik di berbagai daerah penghasil batik lainnya. Batik Megamendung
sebagai masterpiece kota Cirebon juga telah mendapat pengakuan dari dunia,
setelah Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI akan mendaftarkan motif
megamendung ke UNESCO untuk mendapatkan pengakuan sebagai salah satu world
heritage.
Sejarah
timbulnya motif Megamendung berdasarkan
buku dan literatur yang ada selalu mengarah pada sejarah kedatangan bangsa
China ke wilayah Cirebon. Hal ini tidak mengherankan karena pelabuhan Muara
Jati di Cirebon merupakan tempat persinggahan para pendatang dari dalam dan
luar negeri. Tercatat jelas dalam sejarah, bahwa Sunan Gunung Jati yang
menyebarkan agama Islam di wilayah Cirebon pada abad ke-16, menikahi Ratu Ong
Tien dari China. Beberapa benda seni yang dibawa dari China seperti keramik,
piring dan kain berhiaskan bentuk awan.
3.
TRADISI BUBUR SURA
Bubur Syura adalah sebuah upacara tahunan yang diselenggarakan setiap tanggal 10 Muharam. Upacara ini sama sekali tidak dikaitkan dengan hari Asyura, yakni hari peringatan atas wafatnya Imam Husein (cucu Rasulullah saw) dalam peristiwa di Karbala yang juga diperingati pada tanggal dan bulan yang sama. Upacara tersebut oleh masyarakat justru dikaitkan dengan peristiwa Nabi Nuh as. dan telah berjalan sejak lama. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya juga dikaitkan dengan mitos Nyi Pohaci Sanghyang Sri.
Upacara tersebut diyakini masyarakat bisa mendatangkan berkat kesejahteraan dan ketenteraman. Pelaksanaannya mempunyai aturan tertentu dan memerlukan berbagai perlengkapan, antara lain tempat upacara, sesajen, benda-benda keramat, peralatan untuk pembuatan bubur, dan kesenian. Tempat untuk melaksanakan upacara bisa di dalam rumah, di luar rumah, di tanah lapang, atau di tepi sungai, dan sebagainya. Pemilihan tempat pada dasarnya sangat bergantung kepada masyarakat pelaku upacara itu sendiri.
Misalnya di luar rumah salah seorang warga yang dianggap mampu untuk melakukan upacara tersebut. Pemilihan tempat tersebut didasari oleh alasan tertentu, yakni karena peserta upacara memerlukan banyak orang. Selain itu, tungku-tungku yang digunakan untuk proses pembuatan bubur benar-benar memerlukan tempat yang cukup luas dan terbuka.
Upacara itu menyertakan kesenian Tarawangsa, dan tidak dapat digantikan dengan kesenian apa pun. Lagu-lagu yang disajikan oleh tarawangsa adalah lagu-lagu khusus untuk persembahan kepada para karuhun (roh nenek moyang) dan Kersa Nyai (Dewi Sri). Lagu-lagunya tersusun menjadi tiga tahap: Ngalungsurkeu (mapag), syukuran, dan nginebkeun Kersa Nyai (Dewi Sri).
Setelah upacara Ngalungsurkeun yang dilakukan pada malam hari selesai, masyarakat yang hadir pada saat itu diberikan kesempatan untuk menari. Mereka menari secara bergiliran, baik laki-laki maupun perempuan hingga pukul 03.00 dini hari. Dalam menari, antara laki-laki dan perempuan harus dipisahkan menurut pembagian waktu. Perempuan diberikan kesempatan menari pertama kali, yaitu dimulai setelah selesai upacara Ngalungsurkeun hingga pukul 24.00. Setelah itu, kesempatan diberikan kepada kaum laki-laki yang akan berakhir hingga pukul 03.00 dini hari. Upacara pembuatan Bubur Syura itu sendiri dilaksanakan sekitar pukul 08.00 sampai selesai kira-kira sore hari. Berbarengan dengan itu, sebagian di antara peserta upacara menari dalam alunan musik tarawangsa.
Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan upacara ritual Bubur Syura adalah sesaji (Sasajen bhs. Sunda) yang terdiri atas: 1) Hahampangan, yaitu jenis makanan ringan, seperti; opak, waper. 2) Rurujakan: rujak pisang, rujak cuing, rujak jeruk, rujak roti, rujak kalapa, rujak kembang (bunga) kananga, rujak kelapa, rujak nenas, dan rujak asem. 3) Beras, uang logam, cermin, minyak kelapa, kendi, daun hanjuang, parupuyan, cerutu, kipas terbuat dari anyaman, dan kemenyan. Sedangkan bahan-bahan untuk pembuatan Bubur Syura di antaranya: Berbagai macam sayuran, buah-buahan, umbi-umbian, dan berbagai macam ikan.
Semua bahan-bahan tersebut dimasukkan, ke dalam beberapa wajan kemudian dimasak dan diaduk sampai matang. Bubur yang telah masak dibungkus dengan daun pisang. Bungkusan bubur tersebut dihitung untuk mendapatkan kepastian tentang jumlah yang telah dibuat. Sedikit-banyaknya bungkusan bubur memberikan makna tertentu, yaitu sebagai tanda, apakah hasil panen yang akan datang akan melimpah atau sebaliknya. Jumlah perolehan bubur juga diumumkan kepada seluruh pendukung upacara. Kemudian bubur sebanyak itu dibagikan kepada seluruh pendukung secara merata dan sisanya dibagikan kepada tetangga terdekat yang tidak bisa hadir pada saat pembuatan bubur. Dengan selesainya pembagian bubur, maka selesailah upacara ritual bubur Syura tersebut.
Bubur Syura adalah sebuah upacara tahunan yang diselenggarakan setiap tanggal 10 Muharam. Upacara ini sama sekali tidak dikaitkan dengan hari Asyura, yakni hari peringatan atas wafatnya Imam Husein (cucu Rasulullah saw) dalam peristiwa di Karbala yang juga diperingati pada tanggal dan bulan yang sama. Upacara tersebut oleh masyarakat justru dikaitkan dengan peristiwa Nabi Nuh as. dan telah berjalan sejak lama. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya juga dikaitkan dengan mitos Nyi Pohaci Sanghyang Sri.
Upacara tersebut diyakini masyarakat bisa mendatangkan berkat kesejahteraan dan ketenteraman. Pelaksanaannya mempunyai aturan tertentu dan memerlukan berbagai perlengkapan, antara lain tempat upacara, sesajen, benda-benda keramat, peralatan untuk pembuatan bubur, dan kesenian. Tempat untuk melaksanakan upacara bisa di dalam rumah, di luar rumah, di tanah lapang, atau di tepi sungai, dan sebagainya. Pemilihan tempat pada dasarnya sangat bergantung kepada masyarakat pelaku upacara itu sendiri.
Misalnya di luar rumah salah seorang warga yang dianggap mampu untuk melakukan upacara tersebut. Pemilihan tempat tersebut didasari oleh alasan tertentu, yakni karena peserta upacara memerlukan banyak orang. Selain itu, tungku-tungku yang digunakan untuk proses pembuatan bubur benar-benar memerlukan tempat yang cukup luas dan terbuka.
Upacara itu menyertakan kesenian Tarawangsa, dan tidak dapat digantikan dengan kesenian apa pun. Lagu-lagu yang disajikan oleh tarawangsa adalah lagu-lagu khusus untuk persembahan kepada para karuhun (roh nenek moyang) dan Kersa Nyai (Dewi Sri). Lagu-lagunya tersusun menjadi tiga tahap: Ngalungsurkeu (mapag), syukuran, dan nginebkeun Kersa Nyai (Dewi Sri).
Setelah upacara Ngalungsurkeun yang dilakukan pada malam hari selesai, masyarakat yang hadir pada saat itu diberikan kesempatan untuk menari. Mereka menari secara bergiliran, baik laki-laki maupun perempuan hingga pukul 03.00 dini hari. Dalam menari, antara laki-laki dan perempuan harus dipisahkan menurut pembagian waktu. Perempuan diberikan kesempatan menari pertama kali, yaitu dimulai setelah selesai upacara Ngalungsurkeun hingga pukul 24.00. Setelah itu, kesempatan diberikan kepada kaum laki-laki yang akan berakhir hingga pukul 03.00 dini hari. Upacara pembuatan Bubur Syura itu sendiri dilaksanakan sekitar pukul 08.00 sampai selesai kira-kira sore hari. Berbarengan dengan itu, sebagian di antara peserta upacara menari dalam alunan musik tarawangsa.
Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan upacara ritual Bubur Syura adalah sesaji (Sasajen bhs. Sunda) yang terdiri atas: 1) Hahampangan, yaitu jenis makanan ringan, seperti; opak, waper. 2) Rurujakan: rujak pisang, rujak cuing, rujak jeruk, rujak roti, rujak kalapa, rujak kembang (bunga) kananga, rujak kelapa, rujak nenas, dan rujak asem. 3) Beras, uang logam, cermin, minyak kelapa, kendi, daun hanjuang, parupuyan, cerutu, kipas terbuat dari anyaman, dan kemenyan. Sedangkan bahan-bahan untuk pembuatan Bubur Syura di antaranya: Berbagai macam sayuran, buah-buahan, umbi-umbian, dan berbagai macam ikan.
Semua bahan-bahan tersebut dimasukkan, ke dalam beberapa wajan kemudian dimasak dan diaduk sampai matang. Bubur yang telah masak dibungkus dengan daun pisang. Bungkusan bubur tersebut dihitung untuk mendapatkan kepastian tentang jumlah yang telah dibuat. Sedikit-banyaknya bungkusan bubur memberikan makna tertentu, yaitu sebagai tanda, apakah hasil panen yang akan datang akan melimpah atau sebaliknya. Jumlah perolehan bubur juga diumumkan kepada seluruh pendukung upacara. Kemudian bubur sebanyak itu dibagikan kepada seluruh pendukung secara merata dan sisanya dibagikan kepada tetangga terdekat yang tidak bisa hadir pada saat pembuatan bubur. Dengan selesainya pembagian bubur, maka selesailah upacara ritual bubur Syura tersebut.
4.
Tari
Topeng
Tari
topeng adalah salah satu tarian tradisional yang ada di Cirebon. Tari ini
dinamakan tari topeng karena ketika beraksi sang penari memakai topeng. Konon
pada awalnya, Tari Topeng diciptakan oleh sultan Cirebon yang cukup terkenal,
yaitu Sunan Gunung Jati. Ketika Sunan Gunung Jati berkuasa di Cirebon,
terjadilah serangan oleh Pangeran Welang dari Karawang. Pangeran ini sangat
sakti karena memiliki pedang Curug Sewu. Melihat kesaktian sang pangeran
tersebut, Sunan Gunung Jati tidak bisa menandinginya walaupun telah dibantu
oleh Sunan Kalijaga dan Pangeran Cakrabuana. Akhirnya sultan Cirebon memutuskan
untuk melawan kesaktian Pangeran Welang itu dengan cara diplomasi kesenian.
Berawal
dari keputusan itulah kemudian terbentuk kelompok tari, dengan Nyi Mas
Gandasari sebagai penarinya. Setelah kesenian itu terkenal, akhirnya Pangeran
Welang jatuh cinta pada penari itu, dan menyerahkan pedang Curug Sewu itu
sebagai pertanda cintanya. Bersamaan dengan penyerahan pedang itulah, akhirnya
Pangeran Welang kehilangan kesaktiannya dan kemudian menyerah pada Sunan Gunung
Jati. Pangeran itupun berjanji akan menjadi pengikut setia Sunan Gunung Jati
yang ditandai dengan bergantinya nama Pangeran Welang menjadi Pangeran Graksan.
Seiring dengan berjalannya waktu, tarian inipun kemudian lebih dikenal dengan
nama Tari Topeng dan masih berkembang hingga sekarang
Dalam
tarian ini biasanya sang penari berganti topeng hingga tiga kali secara
simultan, yaitu topeng warna putih, kemudian biru dan ditutup dengan topeng
warna merah. Uniknya, tiap warna topeng yang dikenakan, gamelan yang ditabuh
pun semakin keras sebagai perlambang dari karakter tokoh yang diperankan.
Tarian ini diawali dengan formasi membungkuk, formasi ini melambangkan
penghormatan kepada penonton dan sekaligus pertanda bahwa tarian akan dimulai.
Setelah itu, kaki para penari digerakkan melangkah maju-mundur yang diiringi
dengan rentangan tangan dan senyuman kepada para penontonnya.
Gerakan
ini kemudian dilanjutkan dengan membelakangi penonton dengan menggoyangkan
pinggulnya sambil memakai topeng berwarna putih, topeng ini menyimbolkan bahwa
pertunjukan pendahuluan sudah dimulai. Setelah berputar-putar menggerakkan
tubuhnya, kemudian para penari itu berbalik arah membelakangi para penonton
sambil mengganti topeng yang berwarna putih itu dengan topeng berwarna biru.
Proses serupa juga dilakukan ketika penari berganti topeng yang berwarna merah.
Uniknya, seiring dengan pergantian topeng itu, alunan musik yang mengiringinya
maupun gerakan sang penari juga semakin keras. Puncak alunan musik paling keras
terjadi ketika topeng warna merah dipakai para penari.
Setiap
pergantian warna topeng itu menunjukan karakter tokoh yang dimainkan, misalnya
warna putih. Warna ini melambangkan tokoh yang punya karakter lembut dan alim.
Sedangkan topeng warna biru, warna itu menggambarkan karakter sang ratu yang
lincah dan anggun. Kemudian yang terakhir, warna merah menggambarkan karakter
yang berangasan (temperamental) dan tidak sabaran. Dan busana yang dikenakan
penari biasanya selalu memiliki unsur warna kuning, hijau dan merah yang
terdiri dari toka-toka, apok, kebaya, sinjang, dan ampreng
Jika
anda berminat untuk menyaksikan tarian yang dimainkan oleh satu atau beberapa
orang penari cantik, seorang sinden, dan sepuluh orang laki-laki yang memainkan
alat musik pengiring, di antaranya rebab, kecrek, kulanter, ketuk, gendang,
gong, dan bendhe ini, silakan datang saja ke Cirebon. Tarian ini biasanya akan
dipentaskan ketika ada acara-acara kepemerintahan, hajatan sunatan, perkawinan
maupun acara-acara rakyat lainnya.
5.
Sintren
Di tengah-tengah
kawih, muncullah Sintren yang masih muda belia. Yang konon haruslah seorang
gadis, karena kalau Sintren dimainkan oleh wanita yang sudah bersuami, maka
pertunjukan dianggap kurang pas. Kemudian sintren diikat dengan tali tambang
mulai leher hingga kaki, sehingga secara logika, tidak mungkin Sintren dapat
melepaskan ikatan tersebut dalam waktu cepat. Lalu Sintren dimasukan ke dalam
sebuah carangan (kurungan) yang ditutup kain, setelah sebelumnya diberi bekal
pakaian pengganti. Gamelan terus menggema, dua orang yang disebut sebagai
pawang tak henti-hentinya membaca doa dengan asap kemenyan mengepul. Dan Juru
kawih pun terus berulang-ulang nembang.
Ketika kurungan
dibuka, anehnya sang sintren telah berganti busana lengkap dengan kaca mata
hitam. Setelah itu sang sintren pun akan menari. Tarian sintren sendiri lebih
mirip orang yang ditinggalkan rohnya. Terkesan monoton dengan gesture yang kaku
dan kosong. Dan disinilah uniknya kesenian ini. Ketika sang sintren menari,
para penonton akan melemparkan uang logam ke tubuh sang penari. Ketika uang
logam itu mengenai tubuhnya, maka penari sintren pun akan pingsan dan baru akan
bangun kembali setelah diberi mantra-mantra oleh sang pawang.
Setelah bangun
kembali, sang penari sintren pun meneruskan kembali tariannya sampai jatuh
pingsan lagi ketika ada uang logam yang mengenai tubuhnya. Dan konon, ketika
menari tersebut, pemain sintren memang dalam keadaan tidak sadar alias
kerasukan. Misteri ini hingga kini belum terungkap, apakah betul seorang
Sintren berada dibawah alam sadarnya atau hanya sekadar untuk lebih optimal
dalam pertunjukan yang jarang tersebut. Terlepas dari ada tidaknya unsur magis
dalam kesenian ini, tetap saja kesenian ini cukup menarik untuk disaksikan.
Bagi anda yang
tertarik ingin mementaskan kesenian ini di daerah anda, setidaknya di Cirebon
ada dua grup Sintren yang masih eksis dan produktif, masing masing pimpinan Ny.
Nani dan Ny. Juju, yang beralamat di Jl. Yos Sudarso, Desa Cingkul Tengah, Gang
Deli Raya, Cirebon, Jawa Barat. Kedua kelompok ini sering diundang pentas di
berbagai kota di Indonesia, bahkan hingga ke luar negeri.
6.
Lukisan Kaca
Konon sejak abad ke 17 Masehi, Lukisan Kaca
telah dikenal di Cirebon, bersamaan dengan berkembanganya Agama Islam di Pula
Jawa. Pada masa pemerintahan Panembahan Ratu di Cirebon, Lukisan Kaca sangat
terkenal sebagai media dakwah Islam yang berupa Lukisan Kaca Kaligrafi dan
Lukisan Kaca Wayang.
Sejalan
dengan perkembangan waktu, maka perkembangan Lukisan Kaca masih terasa
eksistensinya sebagai Cinderamata Spesifik Khas Cirebon. Mengapa Lukisan Kaca
disebut sebagai produk spesifik? Karena Lukisan Kaca Cirebon dilukis dengan
teknik melukis terbalik, kaya akan gradasi warna dan harmonisasi nuansa
dekoratif serta menampilkan ornamen atau ragam hias Motif Mega Mendung dan
Wadasan yang kita kenal sebagai Motif Batik Cirebon
Selain
itu kota Cirebon juga mempunyai kuliner yang khas, berikut adalah kuliner khas
kota Cirebon:
1.
Empal
Gentong khas Cirebon.
Empal gentong adalah makanan khas masyarakat Cirebon, Jawa Barat.
Makanan ini mirip dengan gulai (gule) dan dimasak menggunakan kayu bakar (pohon
mangga) di dalam gentong (periuk tanah liat). Daging yang digunakan adalah
usus, babat dan daging sapi. Empal gentong berasal dari desa Battembat,
kecamatan Tengah Tani, Kabupaten Cirebon.Selain menggunakan kayu bakar dan
gentong, makanan ini disajikan menggunakan kucai(Chlorella sorokiniana) dan
sambal berupa cabai kering giling.[rujukan?] Empal gentong dapat disajikan
dengan nasi atau juga lontong. lontong menurut orang cirebon hanyalah beras
yang dimasukan kedalam daun pisang yang sudah dibentuk silinder, tidak ada
campuran lainnya, kemudian direbus selama 4 jam. Salah satu kedai empal gentong
yang bisa anda kunjungi adalah Empal Gentong Mang Darma JL. Slamet Riyadi no.
1, Krucuk – Cirebon.
2.
Nasi
Jamblang Khas Cirebon
Sega Jamblang (Nasi Jamblang dalam Bahasa Indonesia) adalah makanan
khas dari Cirebon, Jawa Barat. Nama Jamblang berasal dari nama daerah di
sebelah barat kota Cirebon tempat asal pedagang makanan tersebut. Ciri khas
makanan ini adalah penggunaan daun Jati sebagai bungkus nasi. Penyajian makanannya
pun bersifat prasmanan.Nama sega jamblang konon berasal dari sebuah nama desa
di sebelah barat kota Cirebon, yakni desa Jamblang, Jamblang, Cirebon. Walaupun
bernama sega jamblang, makanan ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan
pohon atau buah jamblang.Menu yang tersedia biasanya antara lain sambal goreng,
tahu sayur, paru-paru (pusu), semur hati atau daging, perkedel, sate kentang,
telur dadar/telur goreng, telur masak sambal goreng, semur ikan, ikan asin,
tahu dan tempe.Sega Jamblang adalah makanan khas Cirebon yang pada awalnya
diperuntukan bagi para pekerja paksa pada zaman Belanda yang sedang membangun
jalan raya Daendels dari Anyer ke Panarukan yang melewati wilayah Kabupaten
Cirebon.
Sega Jamblang saat itu dibungkus dengan daun jati, mengingat bila dibungkus dengan daun pisang kurang tahan lama sedangkan jika dengan daun jati bisa tahan lama dan tetap terasa pulen. Hal ini karena daun jati memiliki pori-pori yang membantu nasi tetap terjaga kualitasnya meskipun disimpan dalam waktu yang lama.Walaupun menunya sangat beraneka ragam, namun harga makanan ini relatif sangat murah. Karena pada awalnya makanan tersebut diperuntukan bagi untuk para pekerja buruh kasar di Pelabuhan dan kuli angkut di jalan Pekalipan. Salah satu kedai nasi Jamblang yang terkenal di kota Cirebon adalah nasi jamblang mang Dul khas kota Cirebon terletak di JL. Dr. Cipto Mangunkusumo no.4 Cirebon.
Sega Jamblang saat itu dibungkus dengan daun jati, mengingat bila dibungkus dengan daun pisang kurang tahan lama sedangkan jika dengan daun jati bisa tahan lama dan tetap terasa pulen. Hal ini karena daun jati memiliki pori-pori yang membantu nasi tetap terjaga kualitasnya meskipun disimpan dalam waktu yang lama.Walaupun menunya sangat beraneka ragam, namun harga makanan ini relatif sangat murah. Karena pada awalnya makanan tersebut diperuntukan bagi untuk para pekerja buruh kasar di Pelabuhan dan kuli angkut di jalan Pekalipan. Salah satu kedai nasi Jamblang yang terkenal di kota Cirebon adalah nasi jamblang mang Dul khas kota Cirebon terletak di JL. Dr. Cipto Mangunkusumo no.4 Cirebon.
3.
Tahu
Gejrot Khas Cirebon
Tahu gejrot adalah makanan khas kota Cirebon, tahu gejrot terdiri dari
tahu yang sudah digoreng, lalu dipotong dengan ukuran kecil laalu dicampur
dengan kuah cabe, gula merah dan bawang disajikan di layah kecil. Rasanya yang
manis dan sedikit asam membuat ketagihan yang memakan makanan ini.
Ini lah yang saya dapat ceeritakan mengenai berbagai macam tentang
kota Cirebon terutama di bidang wisata dan budaya. Semoga para wiasatawan
tertarik untuk mengunjungi kota Cirebon.
Muhammad Fiqih
0 komentar:
Posting Komentar